Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

  Jumat, 09 Maret 2007

Pemerintah, melalui DKP mengadakan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) sejak 2001. Tujuannya tak lain untuk meningkatkan taraf hidup para nelayan atau mereka yang hidup dari hasil laut.

PEMP sudah memasuki dua tahap pelaksanaan. Tahap pertama, inisiasi pada 2001 sampai 2003. Dalam periode ini difokuskan penggalangan partisipasi dan penyadaran masyarakat. Diharapkan terbentuk rintisan cikal bakal pembentukan lembaga yang dapat menaungi kegiatan ekonomi masyarakat pesisir.

Tahap selanjutnya, institusionalisasi yang berlangsung dari 2004 hingga 2006. Dalam kurun waktu tersebut, program terfokus pada revitalisasi kelembagaan melalui peningkatan status Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) menjadi berbadan hukum koperasi. Sejak 2001 pemerintah telah menghibahkan Rp 573,121 miliar kepada masyarakat pesisir melalui lembaga keuangan mikro (LKM) bentukan koperasi dan perbankan.

Pada akhir 2006, DKP bersama Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah membentuk Gabungan Koperasi Pesisir Nusantara (GKPN). Ini adalah lembaga sekunder pemberdayaan masyarakat pesisir. Freddy berharap GKPN ini dapat mengembangkan unit usaha koperasi dalam hal pemasaran, manajerial, dan komunikasi sesama anggota GKPN.

Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir DKP Sudirman Saad, kepada Republika menyatakan, dana yang disiapkan dari 2001 sampai 2007 sebanyak Rp 625,121 miliar. Sejumlah ini tersisa Rp 52 miliar yang akan dialokasikan pada 2007.

Mulanya hibah pemerintah ini diberikan melalui Koperasi LEPP-M3. Selama 2001 sampai 2003 masyarakat pesisir mengajukan proposal kepada lembaga tersebut untuk pengembangan usaha. Setelah disetujui, barulah dana pemerintah dapat dikucurkan.

Tapi, memasuki 2004 LEPP-M3 direvitalisasi menjadi lembaga berbadan hukum berupa koperasi. Koperasi inilah yang ditunjuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan di masing-masing kabupaten untuk membina kerja sama dengan bank. Kedua lembaga tersebut membentuk lembaga keuangan mikro (LKM). Lembaga inilah yang menjadi perantara bagi masyarakat pesisir dalam peminjaman modal usaha. ''Saat ini masyarakat pesisir sudah mulai mandiri. Ada dana dari masyarakat yang dikeluarkan untuk pengembangan usaha sekitar Rp 9 miliar selama tiga tahun terakhir,'' kata Sudirman.

Padahal sebelumnya masyarakat tidak mampu mengeluarkan dana untuk menanamkan modal. Perbankan dan masyarakat semakin mandiri mengeluarkan dana untuk pengembangan usaha.

Diakui Sudirman program ini menuju arah positif. Rata-rata masyarakat pesisir menerima penghasilan Rp 300 ribu per bulan. Dengan adanya program ini, pendapatan mereka di tahun 2001 sampai 2003 meningkat menjadi Rp 600 ribu sampai Rp 800 ribu setiap bulan.

Selama ini masyarakat tidak mampu menanamkan modal sedangkan pihak perbankan enggan memberikan kredit. Dana hibah masyarakat ini dijadikan agunan koperasi untuk bisa mengucurkan dana usaha kepada masyarakat. Sekaligus memberikan kepercayaan kepada pihak perbankan.

Sudirman juga menambahkan, perbankan memiliki keuntungan enam persen dari agunan itu. Tapi mereka memiliki kewajiban mendampingi usaha masyarakat. Dengan pendampingan ini, memudahkan masyarakat melakukan pinjaman modal. Pasalnya mereka bisa meminjam dana kepada bank tanpa melalui koperasi. Pemerintah menetapkan pinjaman melalui koperasi maksimal Rp 50 juta.

Menteri Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) Suryadharma Ali, menuturkan hal serupa. Program ini akan semakin membuat koperasi mandiri. ''Mereka harus tumbuh dan berkembang. Jangan hanya disuapi,'' katanya.

Bantuan dana hibah bisa menjadi stimulus geliat perekonomian masyarakat pesisir. Namun pemberian dana yang besar tidak akan efisien tanpa adanya pendampingan. Sementara perhatian pemerintah saja masih minim. Berapa kali kepala daerah berkunjung ke wilayah pesisir menjenguk kondisi para nelayannya ? rimarialestari