MENTERI DESA MARWAN JAFAR: RP961 MILIAR KAMI GELONTORKAN KE DAERAH TERTINGGAL

  Rabu, 27 Juli 2016

Bareksa.com - Pemerintah, melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), berupaya mengentaskan 122 kabupaten di seluruh Indonesia yang masih masuk dalam kategori daerah tertinggal. Upaya Kementerian mencakup tidak hanya pemberian bantuan berupa modal, tetapi juga fungsi koordinasi dengan lembaga pemerintah lainnya.
 
Program prioritas yang akan digenjot untuk mengentaskan daerah-daerah tertinggal yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia adalah berupa proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Bagaimana detail pelaksanaannya, berikut petikan wawancara dengan Menteri Desa PDTT Marwan Jafar (46).
 
Pemerintah mengucurkan berbagai bantuan pada 122 daerah tertinggal di seluruh Indonesia. Bagaimana hasilnya?
Memang ada 122 daerah tertinggal yang menjadi binaan Kementerian Desa PDTT sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015–2019. Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-19, kami menargetkan dalam jangka waktu lima tahun 80 daerah tertinggal itu dapat dientaskan dari status tertinggal.
 
Dalam membangun 122 daerah tertinggal ini, Kementerian Desa PDTT memiliki dua direktorat jenderal yakni Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal dan Ditjen Pembangunan Daerah Tertentu.
 
Perlu dipahami terlebih dahulu, apa saja indikator yang digunakan sehingga sebuah daerah disebut sebagai daerah tertinggal atau sudah lepas dari kategori itu.
 
Ada enam parameter yang dipakai. Pertama, parameter ekonomi, antara lain banyaknya warga miskin dan daya konsumsi masyarakat. Kedua, parameter SDM dengan melihat sejauh mana masyarakatnya masih terbelakang dalam hal pendidikan, angka melek huruf, lama sekolah, dan sebagainya.
 
Ketiga, terkait sarana dan prasarana. Ini meliputi misalnya apakah listrik sudah masuk, wilayah sulit dijangkau transportasi, sulit mendapatkan air bersih, dan seterusnya. Keempat, parameter kapasitas daerah maupun kemampuan keuangan daerah. Ini terkait dengan faktor potensi daerah yang memang lemah.
 
Kelima, parameter aksesibilitas. Ini menyangkut daya jangkau masyarakat terhadap sarana pelayanan publik. Misalnya, jarak dengan rumah sakit, jarak dengan sekolah, dengan kantor kecamatan, dan sebagainya; Dan yang keenam adalah parameter karakteristik daerah, misalnya daerah rawan bencana, rawan konflik, dan seterusnya.
 
Jadi, kembali ke pertanyaan tadi, Kementerian Desa PDTT memiliki lingkup kerja untuk mendorong agar daerah-daerah tertinggal tadi lekas berkembang, maju, dan mandiri; dengan menjalankan program-program yang mengarah ke enam indikator tadi. Misalnya potensi ekonomi daerah tertinggal kami angkat ag,ar bisa dimanfaatkan. Kami juga mengundang investor untuk masuk ke daerah tertinggal agar potensinya tergarap. Kemudian, produk-produk unggulan kabupaten juga kami dorong untuk dikembangkan dengan kemasan yang menarik untuk dipasarkan. Banyak lagi upaya kami lakukan dalam kaitannya dengan penguatan ekonomi daerah tertinggal.
 
Kemudian, terkait parameter sarana dan prasarana, kami kembangkan energi terbarukan bagi daerah tertinggal dengan misalnya PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) bagi daerah-daerah yang belum teraliri listrik. Kemudian, daerah yang kekeringan kami bantu dengan membangun embung desa ataupun sumur bersama. Ini contoh-contoh yang kami lakukan agar daerah tertinggal itu lekas bangkit dan menjadi daerah mandiri.
 
Apa bentuk dan berapa besar nilai bantuan Kementerian untuk desa tertinggal?
Ada dua fungsi Kemendes PDTT dalam mengentaskan kemiskinan di daerah tertinggal, yakni fungsi eksekusi proyek dan fungsi koordinasi. Dana yang disiapkan Kementerian tahun ini sebesar Rp961 miliar, yang akan kami gelontorkan ke daerah-daerah tertinggal. Bantuan itu juga diberikan dalam bentuk barang modal, di samping proyek-proyek yang dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga pemerintah terkait.
 
Kedua, dalam fungsi koordinasi tugas kami menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) dan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk percepatan pengurangan daerah tertinggal. Dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal ini, kami membuat rencana berisi gambaran wilayah tertinggal, potensinya, dan kebijakan yang perlu diambil. Hal ini berkaitan dengan pendidikan, infrastruktur, dan lainnya.
 
Dokumen ini lalu kami sampaikan kepada kementerian atau lembaga pemerintah terkait, misalnya PU. Nanti Kementerian PU yang akan membangun infrastruktur jalan di situ. Kepada Kementerian Kesehatan kami beritahukan ini daerah tertinggal dan membutuhkan Puskesmas yang layak.
 
Apa prioritas Kementerian dalam pembangunan daerah tertinggal?
Fokus bantuan pemerintah adalah infrastruktur. Ini berupa proyek infrastruktur irigasi ke sawah, akses jalan desa, infrastruktur di pasar desa, infrastruktur terkait produksi pertanian dan peternakan. Di bidang energi, ada pengembangan mikrohidro dengan sumber air terjun dan pengembangan energi matahari.
 
Berapa banyak daerah tertinggal yang ditargetkan “naik kelas”?
Sudah 70 kabupaten dalam periode 2009-14 yang berhasil lepas dari ketertinggalan. Per 2014, tersisa ada 122 kabupaten yang tertinggal. Dalam RPJMN 2015-19 targetnya adalah mengentaskan 80 kabupaten. Rata-rata, 19 kabupaten per tahun. Kami optimistis target ini bisa tercapai, tentunya dengan melakukan koordinasi intensif dengan kementerian dan lembaga lain.
 
Jika sebuah daerah tertinggal telah berhasil naik kelas, lalu bagaimana?
Kalau daerah tersebut sudah keluar dari status tertinggal, kami akan fokus ke daerah lain. Memang ada daerah yang sudah keluar dari status tertinggal masih ingin dianggap tertinggal. Ini kemunduran. Bantuan dari pemerintah tetap akan difokuskan kepada daerah lain yang masih membutuhkan.
 
Bagaimana pengawasan penggunaan bantuan agar tepat sasaran?
Penggunaan anggaran Rp961 miliar itu tentu kami awasi. Lokasi daerah tertinggal jauh dari pusat, seperti di Papua, Kepulauan Maluku dan sebagainya. Kami buat Tim Kendali Daerah. Pertama, kami rekrut konsultan untuk supervisi. Mereka akan standby di lokasi supaya dapat memonitor kelangsungan proyek. Selain konsultan, kami juga membentuk Tim Kendali Daerah, yang beranggotakan baik dari Kemendes maupun kementerian dan lembaga pemerintah lainnya. Komposisinya tergantung proyek. Kalau pengawasan untuk proyek yang ditangani Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPera), maka tim PUPera yang dilimpahkan kewenangan untuk memontor di lapangan, agar tidak terjadi penyimpangan. (AD | kd)